WAKTU

Sabtu, 28 Maret 2020

QUEENBEER



1. CULK BLACK TSHIRT
    Price: IDR 150.000
    Size:S-M-L-XL-XXL


2. CLAUSY BLACK JACKET
    Price: IDR 350.000
    Size: S-M-L-XL



3. CHINO PANTS
    Price: IDR 350.00
    Size: 28-36



4. MARLINE BLACK BACKPACK
    Price: IDR 350.000



5. CALLSEN BLACK WAISTBAG
    Price: IDR 200.000


6. TRACKTOP JACKET
    Price: IDR 350.000
    Size: S-M-L-XL


7. BASEBALL HAT
    Price: IDR 150.000


















Starcross




1. Pattern shirt
    Price : IDR 210.000
2. Long Sleeves shirt
    Price: IDR 240.000
    Size: S-M-L
3. GORETEX
    Price: IDR 195.000
    Size: S-M-L

4. TEES
    Price: IDR 145.000
    Size: S-M-L-XL-XXL



5. BASEBALL CAPS
    Price: IDR 140.000
6. CHINOS PANTS
    Price: IDR 315.000
    Size: 30,32,34

7.TEES COMBINATION
   Price: IDR 175.0000
   Size: S-M-L-XL-XXL

8. BOMBER JAKET
    Price: IDR 325.000
    SIze: S-M-L-XL-XXL
9.ZIP HOODEIS
   Price: IDR 315.000
   Size: S-M-L-XL-XXL
10. WAISTBAG
       Price: IDR 195.000


Rabu, 11 Maret 2020

Horny Cupcakes



Horny Cupcakes adalah distro yang meninggalkan pesan ‘Unik’ kepada pengunjung juga pelanggan, melalui design produk yang menarik dan asik dipandang mata dapat meningkatkan ketertarikan dan harga jual. Baiknya lagi, Horny Cupcakes tidak hanya meningkatkan kreatifitas melalui design produk saja melainkan juga melakukan aksi kepedulian terhadap lingkungan.

Peduli terhadap lingkungan menjadi salah satu misi yang dilakukan sebagai bentuk atas rasa syukur yang diberikan karena distro ini berkembang baik di atas bumi ciptaan Tuhan, Kepedulian Horny Cupcakes terhadap lingkungan direalisasikan dengan melakukan penanaman Pohon Mangrove yang nantinya akan berdampak besar bagi manusia yang hidup di bumi.

Penanaman akan dilakukan di Pantai Trimulyo pada tanggal 19 Januari 2019. Horny Cupcakes tidak akan melindungi bumi sendirian dan akan mengajak siapapun untuk bergabung aksi dan menanam bersama nanti.

Sepatu ventela



Popularitas Ventela yang tampak di Google Trends pada Februari 2019 menunjukkan posisi terbawah. Baru pada Oktober 2019, popularitas Ventela meningkat tajam. Peningkatan ini bersamaan dengan momen-momen peluncuran sepatu model baru oleh Ventela.

Pada akhir 2019 hingga awal 2020, Ventela merilis tiga model sepatu, yakni Ventela Back to 70’s, Ventela Public, dan Ventela Retro 77. Menurut informasi dari akun Instagram resmi Ventela, pada Oktober 2019 diluncurkan sepatu Ventela Back to 70’s. Yang menarik, waktu peluncuran model baru tersebut juga dibarengi dengan menanjaknya pencarian informasi tentang sepatu Ventela di Google.
Sangat mungkin, Ventela menggunakan berbagai strategi di dunia maya untuk mendongkrak kesadaran publik terhadap peluncuran berbagai model sepatu barunya. Atau malah sebaliknya, peluncuran model baru sepatunya memang sedemikian dinanti oleh publik sehingga meramaikan popularitasnya di dunia maya.
Mengingat terbatasnya data yang diketahui terhadap strategi kampanye Ventela di dunia maya, analisis kemudian difokuskan pada detail dan bentuk produk baru Ventela.

Jika dilihat lebih detail, siluet sepatu model baru Ventela Back to 70’s serupa dengan sepatu bikinan AS, yakni Converse. Sepatu yang diperkenalkan oleh William Ventela ini dilabeli dengan sebutan premium canvas shoes. Harga jual ritel Ventela Back to 70’s mulai dari Rp 175.000 hingga Rp 270.000. Harga sepatu merek ini bervariasi sesuai dengan ragam model yang ditawarkan, yakni low cut dan high cut. Rata-rata, produk Ventela dijual pada kisaran Rp 300.000. Dengan harga tersebut, sepatu Ventela dapat dijangkau oleh hampir semua kalangan di Indonesia.
Dibandingkan dengan harga sepatu Converse yang bersiluet serupa, harga sepatu Ventela hanya separuh dari harga Converse. Dengan model yang sama, rata-rata sepatu Convers dijual di Indonesia dengan harga sekitar Rp 600.000. Dengan demikian, jumlah uang yang sama bisa untuk membeli dua sepatu Ventela.
Di luar strategi kampanye mereka di media sosial, kombinasi antara model yang memiliki siluet serupa dan sepatu ternama yang sudah digandrungi dan harga yang merakyat, Ventela berhasil menjadi merek sepatu yang paling dicari di Indonesia sepanjang 2019.

Perpaduan Converse dan Vans

Nilai tambah dari pencarian tren di Google Trends adalah ketersediaan data tentang lokasi pencari informasi terbesar. Di Indonesia, dalam satu tahun terakhir terdapat lima daerah yang paling banyak mencari tahu tentang sepatu Ventela, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Barat.
Berdasarkan sebarannya, pencari informasi sepatu Ventela di DI Yogyakarta sebesar 38 persen. Besarnya pencari informasi di suatu daerah dapat menjadi gambaran besarnya kerumunan orang yang penasaran dengan sepatu Ventela.
Analisis dapat lebih difokuskan dengan memperpendek jangka waktu pencarian saat detak pencarian sepatu Ventela di Google Trends mulai naik, yakni pada Oktober 2019 hingga Februari 2020. Pada saat itu, jenis sepatu Ventela yang paling dicari adalah sepatu Ventela Public dengan lokasi pencarian paling banyak di Lampung.
 
Lima daerah yang paling banyak mencari tahu soal Ventela Public adalah Lampung, DI Yogyakarta, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Di sisi lain, lima daerah pencari sepatu Ventela 70’s terbanyak berada di Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Ketika disandingkan, popularitas pencarian sepatu Ventela Public lebih tinggi dibandingkan dengan Ventela Back to 70’s. Ditilik dari bentuknya, Ventela Public dapat digambarkan sebagai perpaduan sepatu kanvas ala Converse dengan jazz stripe khas sepatu asal California, Vans.
Ventela telah merilis model penerus dari Ventela Public, yakni Ventela Retro 77. Model sepatu Retro 77 yang hampir mirip dengan sepatu Vans ini berbahan perpaduan kulit domba dan kanvas.
Jika dibandingkan ketiga model sepatu Ventela di atas, Ventela Public tetap menjadi model sepatu dengan peringkat pertama pencarian, disusul pencarian model Ventela 70’s dan Ventela Retro 77.


Peluang pasar digital

Popularitas pencarian informasi produk Ventela menjadi gambaran peluang bisnis sepatu merek lokal di negeri sendiri. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kesadaran akan merek yang ditilik dari data pencarian Google tidak langsung berbicara tentang sentimen positif atau negatif, tetapi semata menggambarkan riuhnya pencarian terhadap sebuah merek.
Selain itu, popularitas sebuah merek di Google Trends tidak sama dengan tingginya minat untuk membelinya. Tantangan nyata bagi merek yang populer adalah mempertahankan popularitas sambil mengubahnya menjadi sebuah tindakan pembelian.
Melihat tren kenaikan popularitas sepatu pada tiga tahun pertama, kemungkinan besar sepatu Ventela masih akan menjadi merek sepatu dengan pencarian tertinggi di Indonesia pada 2020. Ventela menutup tahun 2019 dengan meluncurkan produk-produk yang direspons publik berdasarkan data tren pencarian di Google.
Popularitas yang tinggi tersebut dapat menjadi peluang bagi pendapatan yang juga tinggi mengingat pasar industri sepatu, terutama sneaker, yang diramalkan semakin tinggi pada 2020.

Tumbuhnya pemasaran sepatu produksi dalam negeri juga didorong oleh perkembangan dunia digital. Di pasar Indonesia, dari lima gerai belanja daring yang banyak dipilih masyarakat untuk membeli alas kaki, penjualan sepatu membukukan pendapatan sebesar 36 juta dollar AS pada 2018.
Di tingkat global, pendapatan industri alas kaki di Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Data Statista mencatat, pendapatan industri tersebut naik dari 365 juta dollar AS pada 2017 menjadi 735 juta dollar AS pada 2019. Pasar tersebut diprediksi terus tumbuh hingga 964 juta dollar AS pada 2020.



Sepatu Compass



Sepatu Compass pertama kali di dirikan pada tahun 1998 di Bandung dengan ciri khas sepatu yang mirip dengan Converse. Pada tahun 2017 lalu, Compass menggadang Aji Handoko Purbo sebagai creative director yang dengan sukses memberikan sentuhan baru dan innovative ke brand asal Bandung ini.



Satu model sepatu Compass yang tersohor tak lain adalah Gazelle yang tersedia dalam model high dan low. Salah satu poin unik dari Gazelle terdapat pada toe cap yang berukuran serempat dari desain sneakers pada umumnya dan mengusung model vintage tahun 1940-an. Harga sepatu Compass di banderol dengan harga yang cukup terjangkau, misalnya Gazelle High sneakers seharga  Rp. 328,000 dan Gazelle Low sneakers seharga Rp. 278,000. Walaupun harganya terbilang terjangkau, namun kualitas Sepatu Compass sangat baik. Contohnya stitching yang sangat rapi dapat dilihat dan bagian sol dengan perakitan vulcanized yang dapat tahan lama. Tak hanya itu, setiap pembelian Sepatu Compass juga akan mendapatkan Certificate of Authenticity untuk memastikan otentikasi dari produk.


Pada tahun 2019, Compass meluncurkan sepatu dengan siluet baru yakni Compass Bravo hasil kolaborasi dengan influencer terkenal Indonesia, Bryant yang ludes dalam kurun waktu yang singkat! Tak hanya itu, Sepatu Compass edisi Research & Destroy Proto 1 Hi (Rp. 518,000) & Low (Rp. 468,000) juga terjual online hanya dalam waktu 1 menit. Prestasi ini membuktikan bahwa ada banyak peminat produk-produk dalam negeri yang berkualitas seperti sepatu compass. 

 Baru baru ini Compass baru saja melakukan sebuah event menarik untuk menandai rangkaian akhir dari campaign sepatu Research & Destroy Prooto 1 dengan mengadakan undian (ravel) untuk para calon pembeli untuk membeli sepatu Research & Destroy Proto 1 secara offline. Acara ini pun makin menambahkan ke 'hype'an dari brand ini, di karenakan kemungkinan untuk membeli sepatu limited edition ini semakin kecil. Sebanyak empat ratus calon pembeli beruntung akan mendapatkan kesempatan untuk menghadiri acara dan bergabung dalam undian kedua untuk membeli satu dari seratus delapan puluh unit sepatu yang tersedia. Dikarenakan sepatu Research & Destroy Proto 1 sudah terjual habis secara online, acara ini bisa jadi adalah kesempatan terakhir para sneakerhead untuk mendapatkan sepatu unik ini. 

 





Geoff max



Footwear GeoffMax (GMX) yang merupakan sepatu buatan anak-anak muda kreatif kota Bandung semakin hari semakin dikenal masyarakat dalam negeri maupun luar negeri, dikarenakan GMX selalu berinovasi dan meluncurkan produk terbarunya secara konsisten.
Untuk semakin memperkenalkan sepatu GeoffMax (GMX), manajemen GMX menggelar Temu Media, Rabu, (13/2/2019), di GeoffMax Footwear Store jalan Trunojoyo No.15 Bandung.
Turut hadir, Branding Executive GeoffMax Machsus Zulmy, Store Leader GeoffMax M Hilman, dan SPV Marketing Rizky Aditya.
“Footwear GeoffMax (GMX) sudah hadir sejak tahun 2012, dan nama GeoffMax diambil dari nama Skateboarder papan atas Geoff Rowley,” kata Branding Executive GeoffMax (GMX) Machsus Zulmy atau biasa disapa El di awal paparannya.

Lebih lanjut El mengatakan, GeoffMax atau biasa disingkat GMX saat ini memiliki slogan Ready to Kick, “Maksud tersirat dari Ready to Kick yaitu Footwear GMX yang merupakan produk asli buatan Bandung siap untuk menghadapi dunia,” ungkapnya.
El menambahkan, Footwear GMX memiliki ciri khas di sol-nya, dan sangat cocok digunakan para pencinta Extreme Sport khususnya para pemain Skate Board.
“GMX sudah sering menjadi sponsor acara-acara anak muda dan membranding para musisi seperti Band Cadas Seringai, para personel Superman is Dead (SID), dan masih banyak musisi lainnya,” kata El, “Jika ada musisi dalam negeri yang manggung di luar negeri pasti akan kami support,” ujarnya
Mengena harga sepatu,  El mengungkapkan, harga GMX untuk pria di kisaran Rp 299.500 hingga Rp 420.000, sedangkan GMX untuk wanita harganya di kisaran Rp 180.000 hingga Rp 335.000.


“Pastinya harga GMX terjangkau, karena sepatu kompetitor harganya bisa mencapai 400 ribuan, bahkan GMX memiliki sistem Bundling Combo, yaitu jika konsumen membeli dua sepatu, maka akan mendapatkan potongan hingga 15 persen,” kata El.
El mengatakan, GMX saat ini sudah memiliki dua store, “GeoffMax Footwear Store pertama ada di kota Bandung dan yang kedua ada di Bekasi,” ungkapnya.
Mengenai penjualan GMX, El mengungkapkan, penjualan secara offline mencapai 300 pasang sepatu setiap bulannya, “Untuk penjualan GMX secara online bisa berkali-kali lipat, dan yang paling banyak memesan adalah konsumen asal Jabodetabek,” ungkapnya.




“GMX digemari karena memiliki sol yang ringan, memiliki varian kulit, suede, dan kanvas, bahkan mampu bersaing dengan brand terkenal lainnya,” ungkap El.
Mengenai perawatan GMX, El menjelaskan, sepatu GMX perawatannya sama dengan sepatu Sneaker lainnya, “Sepatu GMX jangan dicuci terlalu basah, dan jangan dijemur langsung ke matahari,” ungkapnya, “Untuk membersihkan sol cukup dibersihkan dengan sikat gigi yang dioles pasta gigi,” ujarnya.
Di akhir paparannya El mengungkapkan, GeoffMax Footwear Store di hari biasa buka mulai pukul 9 pagi hingga 9 malam, “Untuk Weekend kami buka mulai pukul 9 pagi hingga 10 malam,” pungkasnya.
GeoffMax (GMX) Footwear Store di jalan Trunojoyo Bandung selain menjual varian Footwear, juga menjual produk lainnya seperti, sandal, kaos, kemeja flanel, kacamata, ikat pinggang, tas, dan dompet. (BRH)

Dreambird




Abinara & Prisa.Jauh sebelum Dreambirds lahir, Abinara (Dreambirds owner) sempat membuat beberapa clothing line . Diantaranya adalah "OCCULT" dan "MONSTA" sekitar tahun 2008 - 2009.
May 2009, Abinara bertemu dengan Prisa Rianzi dan memelihara 2 burung hantu bernama Mika dan Uluuka . Pada saat itu, keinginan Abinara untuk menciptakan sebuah clothing line yang berbeda telah dia kubur. 

Namun setelah diyakinkan oleh pasangannya, akhirnya mereka mulai berencana untuk menciptakan "mimpi" yang terpendam. Abinara yang seorang pelukis ingin agar karya nya bisa dimiliki seluruh orang, namun tanpa harus membeli dalam bentuk lukisan. Mereka ingin agar orang dapat menghargai sebuah karya seni dalam format yang gampang didapatkan. Disinilah "artwear" tercetus. Namun, satu hal fatal yang masih mengusik mereka, yap, judul brand yang menarik. Dari Wolflovesbunny, Hope, OH!, dan ratusan nama mereka coba, namun tak satupun cocok. Hingga pada suatu ketika, burung hantu mereka meninggal tanpa sebab. Mengakibatkan mereka tidak fokus. Namun mereka masih tetap mencari nama yang pas. Sambil makan, sebelum tidur, bangun tidur mereka putar otak.
Then it just clicked. Satu hari ketika Abinara dan Prisa sedang makan malam dan bertukar pikiran...

" Apa sih binatang yang paling kita suka gambar? " tanya Prisa.
" Burung hantu sih... pokoknya burung deh. Aku suka mereka bisa terbang tinggi sekali, bebas di angkasa. " jawab Abinara.

Dan pada akhirnya malam itu, sebuah mimpi memiliki nama... Dreambirds artwear. Start dari hari itu, sebuah motivasi yang besar mendorong mereka berdua untuk mewujudkan mimpi ini. Mereka segera mempersiapkan 100 karya untuk Dreambirds. Yang mana sebenarnya baru 20 karya telah rilis hingga saat ini. Disinilah rintangan dimulai. Tanpa support, tanpa kaki-kaki yang kuat, bahkan tanpa modal. "Tanpa modal?" ya kalian pasti bingung. Konon Abinara dan Prisa memiliki sebuah band metal... "Vendetta" adalah nama band terrsebut. Band inilah yang menjadi titik awal karier Dreambirds. Bermodalkan tabungan seumur hidup Prisa dan Abinara, mereka gambling untuk membuat merchandise Vendetta.
Vendor demi vendor mereka cari di kaskus. Tangerang, Jakarta, Bandung, dll. Salah satu rintangan terberat mereka layaknya membeli kucing dalam karung. Mereka dikelilingi oleh buaian para vendor. Akhirnya mereka berhasil menemukan sebuah vendor yang cukup baik untuk memproduksi baju Vendetta.

"Alhamdulillah sa, akhirnya ye. Hampir aja kita gagalin ni semua. "




 
 
Namun permasalahan tak berhenti disitu, justru semakin gelap.
Buaian sang vendor membuat Abinara dan Prisa lupa bahwa " tak seindah itu dunia clothing bung!! "
jadwal tak sesuai, bahan yang tak pantas, dan...produksi lebih tanpa sepengetahuan mereka. Stress, panik, takut karena Facebook Dreambirds telah dibuat dan Abinara telah membuat iklan nya berjudul "VENGEANCE"
Suatu ketika mereka sedang berlatih band, ada seorang kawan dari mereka menelpon dan mengaku melihat di baju Vendetta di jembatan Blok M. Disinilah apabila mereka bisa kilas balik, seberapa kuat mereka mau mewujudkan mimpi mereka. Setelah berbagai proses yang akan sangat panjang apabila diuraikan disini, akhirnya "VENGEANCE" sampai di tangan mereka!! Harapan muncul kembali layaknya matahari terbit setelah sekian lama. Tanpa karyawan, tanpa bantuan orang lain, Abinara dan Prisa mulai menjual baju tersebut. Mereka akui, pada saat itu mereka mengurung diri dari dunia luar. Dari keluarga, dari teman, dari kerabat. Lingkup mereka hanya kamar Prisa yang mana penuh dengan tumpukan baju Vendetta.

" Kamu lipet, aku catet orderannya ya! " kata Abinara

Setiap malam pada saat itu, Abinara tag seluruh temannya di facebook, tanpa terkecuali.

" Ah lo spam banget sih bro! " | " Jualan apaan lo? emang bisa? " | adalah makanan mereka setiap hari.

Sedikit demi sedikit, tumpukan itu berkurang dan kas bertambah. Dengan modal yang sedikit bertambah, mereka mulai membangun workshop di daerah Kemang.
Pada tanggal 8 February 2010 baju "VENGEANCE" sold out. Berbekal pengalaman dari vendor sebelumnya, kali ini mereka memutuskan untuk melakukan semuanya sendiri. Mencari bahan yang bagus, mencari tukang jahit, belajar sablon, semua mereka lakukan bersama. Sembari membangun workshop Dreambirds, mereka tanpa henti mencari ilmu demi ilmu untuk membangun mimpi yang besar.
21 Juni 2010 sebuah kabar buruk dan baik mengejutkan Abinara. Prisa memutuskan untuk kuliah art di San Fransisco selama 5 tahun. Mereka sepakat mimpi akan terus dijalankan apapun yang terjadi. Setengah dari modal awal Dreambirds dibelikan mesin sablon rotary manual. 
 
 
Pada saat Prisa masih di Jakarta, mereka belum memulai pergerakan Dreambirds secara signifikan. Bahkan lebih parahnya Abinara masih sangat belum mahir menyablon. Namun setelah kepergian Prisa ke negeri seberang, Abinara mencoba untuk bangkit dan menghidupkan mimpi ini. "HEADS UP" dipilih menjadi artwork awal Dreambirds. Dengan ilmu yang masih sangat minim, dengan mesin sablon yang telah menguras mereka, Abinara memberanikan diri. Kali ini tanpa partner hidup yang sekian lama berjuang di sampingnya, Abinara berhasil mencetak 25 pcs "HEADS UP" Terlepas dari hasil akhir sablonan yang buruk, terbersit senyum di dalam hati Abinara, "I did it." Senyuman tersebut hingga kini masih nyata dan semakin lebar karena support dari Birdies yang tak ada hentinya. 

Selasa, 10 Maret 2020

Maternal Disaster



Berawal dari iseng dan ikut-ikutan, siapa menyangka Vidi Nurhadi berhasil membesarkan brand pakaian dan aksesoris Maternal Disaster. Sekitar 2003, karena kecintaannya terhadap hobi musik keras, Vidi seringkali nongkrong di distro untuk berburu merchandise band, seperti CD, kaset, kaos, dll.
Singkat cerita, terbesit dalam pikiran Vidi untuk membuat desain dan menyablonnya sendiri, karena dia merasa kurang puas dengan desain-desain yang ada pada saat itu. Kebetulan juga, teman-teman nongkrongnya di distro banyak yang belajar menyablon untuk membuat stiker dan sejenisnya.
"Jadi karena kita merasa bosan saja sih, membikin produk itu-itu saja. Akhirnya mencoba bikin ini, coba bikin itu, dan ternyata responsnya juga bagus, ya sudah terusin saja. Sampai kita bikin sarung tinju, permen juga ada, dan banyak lainnya,
Sedangkan nama Maternal Disaster muncul juga berkat keisengan salah satu teman Vidi. Terasa terdengar keren dan unik, Maternal pun akhirnya digunakannya sebagai nama brand. "Pada waktu itu juga kita enggak tahu artinya apa. Bikinlah kita dari situ, nah awal mulanya ya dari situ," ungkapnya.
Terkait desain awal, Vidi mengungkapkan bahwa teman-teman yang nongkrong di distro itu memiliki kegemaran yang sama, yakni suka musik seperti musik punk, metal dan juga film-film horor. "Nah, kebentuknya dari situ, karena kesukaan sama itu, jadi kita buat desain juga yang terpengaruh dari itu," ucapnya.


"Horornya bukan yang.... enggak gamblang gitu, misalnya kita mau image horornya bukan kayak pocong. Misalnya kayak pohon ada gagak, itu sudah horor. Jadi ngambil estetika-estetikanya saja. Misalnya gambar peti mati, jadi enggak langsung horor pocong atau tuyul, itu enggak, ntar jadinya malah lucu.
Vidi juga menegaskan bahwa pada mulanya dirinya tidak kepikiran sama sekali untuk berbisnis, terlebih lagi dirinya bukan dari keluarga pebisnis. "Niat awalnya enggak berbisnis, tadi kan saya bilang cuma ikut-ikutan saja. Kita suka, kita bikin, jadi enggak ada niat jualan sebenarnya.
Sebelumnya ya gitu saja, jual ke teman dulu, kalau ada yang pakai produk Maternal, pasti saya tahulah. Kalau ada yang naik motor pakai produk Maternal, pasti tahulah kalau itu pasti teman.
Namun, setelah 10 tahun berjalan, pikiran untuk berbisnis mulai timbul, karena Vidi mendapatkan pinjaman modal dengan jaminan rumah kedua orang tuanya. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah baginya. Pasalnya, dia harus bisa meyakinkan kedua orangtuanya, terlebih lagi dirinya gagal untuk menyelesaikan kuliahnya dan bisnis yang dilakoninya juga masih kurang jelas.
"Mereka (kedua orangtua) enggak kebayang lah, karena orang tua saya juga bukan pebisnis, jadi mereka khawatir. Untungnya pada akhirnya mereka percaya jadi kayak, 'Ya udah sok lah', dipinjemi sertifikat... Sertifikat rumah orang tua saya buat jaminan," ujar Vidi, yang juga sempat bekerja di sebuah perusahaan di Bandung selama lima tahun.


Memperoleh kepercayaan dari orang tuanya ditambah dengan sedikit bekal ilmu ketika masih di dunia kerja, Vidi mencoba menjalankan usahanya tersebut lebih serius. Dari sini, dia sudah mulai fokus untuk berbisnis, dan harus mengembalikan pinjaman. "Kalau sekarang sih sudah lunas itu pinjamannya, sudah enggak ada tanggungan.


Dari pas saya kerja saya mendapat ilmu, karena (yang awalnya) saya enggak tahu proses di bank gimana, produksinya gimana, cara marketingnya gimana, dari saya bekerja, di situ saya tahu, jadi banyak ilmu juga," ucap pria 34 tahun itu.
Jadi dari situ, saya mulai, 'Kalau misalnya saya gini terus', maksudnya enggak berkembang. Jika enggak mantap melangkah lah ya kasarnya, nah enggak akan ke mana-mana
Vidi merasa jika dirinya tidak serius dalam menjalankan bisnisnya, maka sangat besar risiko terburuk yang akan menimpanya. "Dari situ akhirnya malah jadi terpacu, karena memang ada tanggungan itu, saya jadi kayak 'Wah ini harus dibalikin nih, kalau ada apa-apa, orang tua saya sekeluarga kegusur'. Jadinya sebenarnya dari situ saya terpacu.
Sementara itu, mengenai segmen dari desain produk-produk Maternal, Vidi bercerita jika pada awalnya menyasar remaja-remaja usia SMA dan kuliah. "Anak-anak SMA, yang kuliah yang suka musik atau film horor. Tapi pada akhirnya produk mencari pasarnya sendiri ya, jadi yang enggak suka dengan film atau musik itu pun pasti tidak akan suka


Dari kali pertama hadir dengan produk-produk yang terbatas, kini Maternal Disaster bisa memproduksi jaket, topi, sweater dan semua aksesoris hingga 120 artikel. "Kita Maternal dalam setahun ada 6 issue, dalam dua bulan ada satu issue. Dan satu issue-nya itu ada sekitar 120 artikel," kata Vidi.
Untuk produk, semua ada. Bola basket ada, sarung tinju ada, celana dalam ada, kacamata ada, sepatu ada, sandal ada, kaos kaki ada, segalanya ada,Dengan hanya sekadar iseng belaka saat mengawali usahanya, kini bisnis yang dijalani Vidi sudah mampu mempekerjakan puluhan karyawan dan memiliki omzet ratusan juta rupiah tiap bulannya. Di samping itu, Vidi bersama Maternal Disaster sudah membuka lima toko. Selain Bandung, store Matternal juga bisa ditemui di Bali, Jogja, Malang, dan Medan.
Kebanyakan (karyawan) dari teman. Jadi mereka juga belajar, misalnya di kita ada bagian produksi atau marketing, dia enggak tahu marketing itu apa, jadi mereka belajar di situ




Shinning Bright



Artis papan atas yang mempunyai segudang prestasi dalam dunia intertaiment, yang berhasil masuk dalam setiap lini, menjadi aktris, presenter, model dan komedian, siapa lagi kalo buka Tara Budiman. Artis yang mempunyai nama asli Bimantara Budimansyah ini telah sukses di dunia intertaiment.
Tarra budiman memulai karirnya sebagai foto model, pada  tahun 2005. Setelah ia sukses dalam dunia model, Tarra pun sedikit demi sedikit mulai dikenal oleh khalayak ramai, jaringan yang didapatkan pada dunia intertaiment pun sudah tidak diragukan lagi banyaknya, banyak dari mereka juga menyarankan Tarra untuk tetap tinggal dan menggeluti dunia hiburan dengan serius.
Salah satu orang yang mendukung Tarra adalah Fauzi Imam, pemain sinetron yang kini juga menjadi anggota boy band  S9B yang selalu membujuk dan merayunya untuk mencoba casting  sinetron. Alhasil Tarra pun memberanikan diri mengikuti casting  salah satu sinetron. Benar saja, selang dua minggu setelahnya, Tarra berhasil mendapatkan peran pertama di sinetron perdananya, My Friend My Dream . Sejak itu, Tarra “jatuh cinta” pada dunia hiburan.


Setalah lama membidangi dunia model dan sinetron dengan jangka waktu sekitar tiga tahunan, akhirnya Tarra pun mencoba dan menggeluti hal baru yaitu sebagai presenter. Tarra merupakan salah satu artis yang bisa kita jadikan pelajaran perjuangannya. Di tahun 2012 lalu, Tarra mulai memikirkan bahwa sebenarnya dunia artis itu tidak bisa diandalkan, bahkan menjadi patokan pekerjaan, karena menurutnya menjadi artis itu sifatnya hanya sementara, dan tidak bisa dijadikan sebagai pekerjaan hingga tua, akhirnya ia sedikit demi sedikit mulai sadar untuk memperisiapkan investasi di masa deppan, kemudia ia memutuskan untuk meng investasikan uangnya untuk membuka bisnis clothing.
Mengapa clothing? padahal sudah sangat banyak orang yang mempunyai usaha tersebut, hal ini karena memang Tarra mempunyai kesukaan di dunia fashion, ia pun memperjelas lagi bahwa ia tidak akan membuka bisnis yang dirinya sendiri tidak tau, seperti halnya ia pernah ditawari untuk membuka usaha properti, berhubung ia tidak tau akhirnya ia pun tak mengiyakannya, karena banyak bisnis seperti itu yang menipu.
Awal ia berkarir memang butuh perjuangan banyak orang yang menganggap sebelah mata kepada bisnisnya apalagi bisnis clothing yang pada saat itu sudah banyak sekali para artis dan para pengusaha yang membuat bisnis seperti itu. Namun ia tidak patah arang usahanya terus ia kembangkan dengan cara menjualnya di berbagai bazzar dan pameran-pameran yang ada di Jakarta maupun luar Jakarta. Meskipun harus jatuh bangun mendirikan karirnya ini Tarra tetap pada pendiriannya jika ia ingin sukses di usia muda dan bukan hanya menjadi public figure. Usaha Clothing Tarra memang tidak selamanya mulus ia juga pernah mengalami hampir bangkrut di usaha yang ia bangun bersama teman-temannya ini. Tarra adalah salah satu artis yang bisa dibilang tidak pernah berputus asa, ia belajar bagaimana susahnya hidup pada saat ia masih anak-anak hingga remaja, dari situlah Tarra berprinsip jika ia harus sukses di masa muda dan mempunyai tabungan untuk hari tuanya.


Usaha clothing Tarra ini dinamai “Shining Bright”, model yang diciptakan brand Tarra terseubut dibuat senyaman mungkin, untuk desainnya ia buat lebih ke jati diri yang positif, ia juga membuat desain street wear yang casual, karena menurut Tarra fashion itu ga perlu mahal tapi yang terpenting adalah nyaman saat digunakan. Tarra membuka usaha clothing ini dengan modal yang lumayan besar, yaitu 15 juta, tapi terhitung dari mulai usahanya sampai sekarang sudah tentu untung yang dirasakan lebih banyak dan sudah kembali modal. Harga yang ditawarkan oleh brand Shining Bright sendiri pun beragam mulai dari harga 100.000 ribu. Seperti slogan Tarra “fashion gak perlu mahal, yang penting nyaman dipakai”.

Rown division



Aryo adalah pemilik Rown Divisions. Nama perusahaan fashion untuk distro yang berpusat di Kota Solo ini tidak asing lagi di kalangan pemilik gerai distro di Indonesia. Maklumlah, selama ini, Rown memang salah satu pemasok besar yang rajin memasok produknya ke berbagai distro di berbagai kota di Indonesia.”Selain menjual di distro sendiri, kami menjual produk lewat distro lain,” kata pria kelahiran 9 November 1984 ini. Rown -- singkatan dari Aryo Own -- memiliki dua gerai distro: satu di Solo dan satu di Karanganyar. “Tidak lama lagi kami akan membuka kantor pemasaran di Bandung,” katanya. Selain ke pasar domestik, ia juga telah memasarkan produknya ke berbagai negara, seperti Singapura dan Malaysia. “Juga, sudah ada rencana pengiriman ke Kanada,” ujarnya semringah.
Keberhasilan Aryo membuka kantor pemasaran di Kota Bandung tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Maklum, selama ini Bandung dianggap sebagai kiblat distro Tanah Air. Buat Rown, Bandung juga merupakan kota penyumbang pendapatan terbesar. “Ternyata, produk kami bisa diterima di Bandung, dan permintaannya terus meningkat. Karena itu, kami harus membuat marketing office di sana.” 
Keunggulan bisnis Aryo salah satunya karena konsisten meluncurkan desain-desain baru. Bagi Aryo, sudah menjadi keharusan untuk terus melahirkan karya baru setiap bulan. Bila dirata-rata, setiap hari pasti ada produk (desain) baru yang muncul, entah berupa sepatu, jaket, kemeja, jins atau T-shirt. “Kami telah memiliki desainer khusus yang siap memunculkan desain-desain baru,” ujar anak kedua Bambang Mintosih, yang juga dikenal sebagai tokoh pengusaha di Solo, ini.
Yang juga menarik, untuk menjaga eksklusivitas, Aryo membatasi produksi setiap desain baru maksimum hanya 30 potong. Kebijakan ini diambil untuk menjaga citra Rown agar tidak identik dengan produk massal.


Saat ini, Aryo membanderol harga produknya dari Rp 20 ribu sampai Rp 800 ribu. Dia mengakui selama ini produknya lebih banyak terjual di distro lain ketimbang distro miliknya sendiri.
Dari segi target pasar, menurut Aryo, sebenarnya sejak awal ia ingin menyasar pasar anak muda. Namun kenyataannya, penggemar produknya mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Dengan 40-an karyawan, setiap bulan Aryo mampu memproduksi 30-an ribu aneka produk fashion: sepatu, sandal, T-shirt, kemeja, jaket, tas , topi dan aneka aksesori lainnya. Semua produknya diberi label Rown. Untuk produk busaha pria, ia menggunakan brand Rown Terror, sedangkan untuk busana wanita memakai merek Pretty Rown.
Menjadi pebisnis ternyata memang sudah menjadi pilihan hidup Aryo sejak kecil. Ia bercerita, sejak duduk di bangku kelas 3 SD, ia sudah belajar berjualan camilan gorengan dan kacang buatan ibundanya. Ia mengaku berjualan bukan karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan karena menyukainya. Antara lain, karena bisa punya tabungan.
Menginjak bangku SMA, ia mulai menyenangi dunia desain, sehingga ia menekuni usaha sablon. Bisnis sablon ini mulai ia seriusi ketika kuliah di Jurusan Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo. Dari bisnis sablon inilah ia menemukan bisnisnya yang terbukti prospektif, yakni fashion distro.
Mengawali bisnis fashion-nya pada 2003, ia bermitra dengan seorang kawannya untuk memproduksi T-shirt merek Ankles. Kala itu, target pasarnya sangat khusus, yakni komunitas penggemar skateboard. Kongsi ini tidak berjalan lama, karena ada perbedaan prinsip di antara mereka berdua.


Kegagalan kongsi bisnis itu tak membuat Aryo putus asa. Ia memberanikan diri mencoba usaha sendiri. Awalnya, hanya membuat T-shirt dari hasil desain sendiri, dengan merek Rown. “Di luar dugaan, banyak yang menyukai desain saya,” ia menceritakan.
Tahun 2006, dengan modal awal menguras uang tabungan Rp 30 juta, Aryo secara resmi mendirikan bendera Rown. Ia menyewa tempat berukuran 2x3 m2 di kawasan Jl. A. Yani, Solo. Awalnya, ia hanya mempekerjakan tiga karyawan. Keberuntungan rupanya berpihak kepadanya. Bisnis Aryo terus berkembang.
Karena itulah, pada 2008 ia mulai memberanikan diri meminjam modal ke bank. Dengan suntikan dana dari bank sebanyak Rp 100 juta, ia membesarkan bisnisnya dengan menyewa tempat yang lebih besar untuk mendirikan distro. Dari tiga karyawan, terus berkembang hingga kini menjadi 40 karyawan. Di antara mereka juga ada desainer khusus. Jenis produk pun berkembang. Tidak sekadar kaus, tetapi juga sepatu, celana, kemeja, jaket hingga topi.
Tak hanya kreatif dalam melahirkan aneka produk fashion-nya, Aryo ternyata juga kreatif dalam mengemas pemasarannya. Selain menggunakan berbagai media jejaring sosial, ia juga aktif melakukan branding lewat program televisi. Antara lain, pernah menjadi sponsor untuk film televisi (FTV). Selain itu, juga sering menjadi sponsor pentas musik di Solo. 


Aryo kini sudah bisa menikmati buah kerja kerasnya selama ini. Omset bulanannya diperkirakan sudah mencapai miliaran rupiah. Seperti halnya serial entrepreneur lainnya, kini setelah merasa mapan dengan bisnis fashion-nya, Aryo berencana mengembangkan bisnis lain. Salah satunya, bisnis furnitur. (*)


BETTERDAY APPAREL

BETTERDAY APPAREL DAFTAR PRODUK BETTERDAY STREET WORLD IDR. 150.000 SIZE:S,M,L,XL BETTERDAY SLINGBAG MINI IDR. 1...